Sang fajar mulai terbit dari
timur, bersamaan dengan itu kumandang adzan mulai bertaburan di setiap sudut
masjid. Aku tersentak ketika suara iqomah telah dilantunkan sesegera aku
berwudhu dan menunaikan kewajiban ku. Hari masih berselimut kabut namun
nyanyian burung mulai menyeruak di telinga yang memecah kesunyian pagi. ku buka
pintu dan seketika itu aku kaget melihat sebuah boneka panda dengan sepucuk
surat yang diselipkan diantara tangan boneka tersebut, aku mulai menerka-nerka
siapakah gerangan yang mengirimkan boneka tersebut aku mulai bingung padahal
hari itu aku tak berulang tahun ataupun merayakan sesuatu. Ku buka pelan-pelan
surat dengan pita jingga itu..
“Selamat pagi Arin..
semoga pagi mu hari ini menjadi pagi yang indah..hehee.. oh ya pasti kamu
bingung kenapa aku mengirimkan surat ini, arin peri kecilku.. maaf jika selama
ini aku tak pernah membicarakan hal ini sebelumnya, aku tak ingin kehilangan
senyummu saat aku mengatakannya kawan, si jelek ini bakal terbang ke prancis,
nanti jam 09.00 pesawat akan lepas landas, gak kerasa ya udah 17 tahun kita
bersama, jadi inget waktu dulu kamu sering mecahin kaca tetangga gara-gara main
bola terus waktu main hujan-hujan sampe sakit, kalau di inget bikin ketawa ya? Haha..
saat indah itu cepat berlalu ya rin.. gak kerasa setelah kebersamaan ini kita
harus merasakan perpisahan, bukan untuk selamanya namun hanya sejenak saja.
Maafkan utuk semua kataku yang membekas dihatimu, kelakuanku yang membuatmu
jengkel, begitu banyak kebahagiaan yang kita lalui di setiap detik kebersamaan
kita. Aku yakin jarak tak akan memisahkan hati kita, waktu tak akan mampu
merubah kita, jaga diri baik-baik ya rin, jaga pola makan jangan sampai sakit
lagi, dan jangan galau lagi ntar kalau nangis gak ada yang bisa nenangin lho.. aku
janji aku akan kembali suat saat nanti.. –ananda-“
Rasanya seperti sebuah tamparan keras
mendarat di pipiku, rasa tak percaya dan tak pernah kusangka sebelumnya. haruskah
secepat dan sesingkat itu aku mengenalmu. Tanpa pikir panjang akupun bergegas
mengendarai motor dan menyusul Nanda, dengan perasaan kalut dan tergesa-gesa ku
kendarai sepeda motor tanpa memperdulikan berapa kecepatan motor yang
kukendarai. Sesampainya di bandara aku mulai kebingungan mencari keberadaan
Nanda, apalagi jam di tangan sudah menunjukkan pukul 08.45, namun saat itu juga
aku melihat Nanda berjalan beriringan bersama orang tuanya.
“Nanda !” teriakku sambil berlari
dari kejauhan memanggil Nanda yang sedang berjalan menarik koper menuju ruang
pengecekan.
“Arin?..” jawab Nanda sambil
mendaratkan pelukannya di tubuhku.
“ kenapa
harus sekarang? Dulu kamu janji kalau kita
akan selalu bersama tapi kenapa sekarang kamu mengingkarinya? Kenapa kamu harus pergi?” ucapanku membuatnya
tertunduk diam tanpa kata.
“maafkan
aku rin, aku harus pergi aku harus ikut ayah menjalankan tugas barunya sebagai
konsul di prancis”
jawabnya lirih.
“tapi ini
begitu mendadak nda?”
bersamaan dengan itu suara speaker
berbunyi tanda pesawat akan segera lepas landas 5 menit lagi.
“aku janji
aku bakal kembali rin, walau aku sendiri gak tahu sampai kapan aku akan disana,
entah esok, 5 tahun lagi, atau saat aku tua nanti, yang jelas aku pasti
kembali, percayalah !”
jawab Nanda menegaskan.
“aku takut
kamu berubah nda” jawabku
“aku gak
akan berubah rin,, aku akan kembali dengan Nanda yang selama ini kamu kenal,
janji?”
jawab Nanda sambil menyodorkan jari kelingkingnya. Dan jari ku pun membalasnya
menjadi sebuah simpul janji.
“Nda! Ayo
cepat, ngapain masih disitu”
terdengar suara panggilan perintah dari ayah Nanda yang terkenal keras.
“aku harus
pergi rin.. senyum dong, mana Arin yang kuat, mana senyum manis Arin? Pokoknya
kalau aku balik lagi Arin harus senyum gak boleh nangis dalam keadaan apapun,
oke?” pinta
Nanda. Aku pun tersenyum melihat Nanda.
“nah gitu
dong, aku berangkat, jaga diri baik-baik ya..” jawab Nanda membalas seyumanku.
Dan Nanda pun berlalu meninggalkanku melepaskan
genggaman tanganku. Aku pun meneteskan air mataku di tempat yang penuh kenangan
ini. Entah sampai kapan Nanda akan kembali aku akan tetap menunggunya, menunggu
janji yang telah Ia ucapkan tadi. Ketika pesawat akan take off aku berkata dalam hati “Nda, kini kita benar-benar terpisah, entah sampai kapan kita akan
bertemu kembali” seiring pesawat meninggalkan landasan saat itu juga
kenanganku terbang bersama Nanda. Sesampainya di rumah aku hanya diam
memandangi foto kebersamaan ku bersama Nanda, air mataku tak kunjung berhenti
menetes, sesak membaca semuanya. Aku membuka buku-buku persahabatan kita, penuh
coretan, curhatan dan penuh kenangan indah saat masa-masa itu. namun suara ketukan pintu membuyarkan
lamunanku.
“Rin,
cepet kesini makan dulu”
kata ibu menyuruhku makan.
Aku pun keluar namun hanya
segelas air putih dari kulkas yang ku ambil lalu ku rebahkan tubuhku di sofa
sambil melihat TV ketika aku baru meneguk air yg ada di gelas tiba-tiba,
pranggg.. gelas yang ada di tangan jatuh dan pecah ketika melihat berita bahwa
pesawat yang Nanda tumpangi jatuh. Aku pun tak percaya dan ketika nama-nama
korban ditampilkan di layar kulihat sebuah nama Ananda terpampang menjadi salah
satu korban kecelakaan aku benar-benar kaget, tubuhku terasa beku mendengar
berita itu, air mataku jatuh tak tertahankan lagi. Padahal beberapa jam yang
lalu dia berpesan untuk kembali namun bukan kembali seperti ini yang aku
harapkan.
Dan
disini di tempat peristirahatan terakhir Nanda kubawakan sekuntum mawar merah
untukmu, aku akan selalu tersenyum untukmu seperti yang kau katakan, Aku tahu
Allah telah menciptakan sesuatu itu berpasangan jika ada tawa maka maka akan
ada tangisan, jika ada kebahagiaan maka ada kesedihan dan jika ada pertemuan
maka akan ada perpisahan. Aku sangat bahagia karena bisa mengenalmu, bisa
merasakan perhatian dan kasih sayang mu, aku bersyukur dipertemukan denganmu.
kaulah sahabat terbaikku yang pernah kutemui dalam hidupku. Kau mampu membuatku
bersemangat dalam menjalani hidup. Aku banyak belajar darimu tentang arti
sebuah senyuman, ketabahan, kasih sayang dan pengorbanan untuk orang lain.